Sabtu, 06 Mei 2017

01052017


Pagi itu, pagi yang menggigil untuk memulai semangat juang yang membara. Dan sialnya dipagi yang sama, firasatku teramat buruk, entah itu tentang aksi yang akan kulakukan hari ini atau tentang entah.
Aku juga temanku meluncur menuju taman fleksi atau sekarang dinamakan taman radio. Tak ada kesialan apapun selama perjalanan, hanya saja mentari hangat tak mempengaruhi kehampaan pagi ini. Dan terlebih gigil hatiku semakin menusuk rusuk, pengap.
Ah taman fleksi, masa mudaku dulu yang penuh kenangan. Tentang mabuk dari senja hingga fajar, tentang pertemuan dengan kawan yang sama busuknya denganku. Tentang tawa yang menopengi luka dan tentang kawan yang menjelma keluarga.
Hari ini, hari kemerdekaan untuk buruh sedunia, seharusnya. Tapi tidak semua perayaan dirayakan semua orang, ada sebagian yang lebih nyaman menganggap semua hari adalah hari yang sama.
Seperti halnya aku sendiri, siang adalah perjuangan dan malam adalah kehangatan bersama kawan di hari apapun itu. Di usia berapapun kini aku, layaknya sama saja sedari aku sadar akan kehidupanku. Yang membedakannya adalah momen yang kelak menjadi kenang, yang kelak akan akan menjadi cambuk ketika aku dimabuk dunia.
Hari ini lebih brutal dari hari kemarin, banyak perselisihan, pertentangan, emosi yang meledak, teriakan lantang yang menantang, jerit tangis yang mewujud menjadi semangat juang. Dan juga dihari ini bukan hanya malam yang memburu siangku, beberapa aparat yang tak terima pos penjagaannya kami rusakpun memburu kami layaknya elang yang memburu mangsanya dengan mata tajamnya itu.
Apa boleh buat, aku harus menunggu malam untuk dapat pulang kerumah. Disertai degup dada yang kencang, seolah setan dunia membayangiku di setiap perempatan dan stopan rambu jalanan.
Lega rasanya ketika aku sampai dirumah, namun masih ada gigil rindu yang menusuk rusuk. Firasat, hal baik atau buruk apa yang akan menimpa garis waktuku sekarang ? Lalu isenglah aku membuka akun istagramku yang beberapa lama ini tak aku kunjungi jua. Dan sialnya ketika aku membuka DM, entah ini kabar baik atau buruk. Kau, hawa yang selalu kurindu kini dalam beberapa hari akan menjumpai palaminan. Pria yang tak sering kau ceritakan meminangmu, sosok yang mungkin memang adammu. Kini aku benar" merasa sebagai nubuat busuk, yang abai pada khutuk. Aku memang tidak mencintaimu sedalam dulu, namun dikedalaman kalbuku, namamu masih saja terukir disana. Layaknya aku menorehkanmu di hati batuku, karena sangat teringat olehku, bahwa aku yang beku kaku dalam perihal percintaan mampu dilelehkan olehmu. Mungkin karena kesabaranmu, dan bodohnya aku adalah karena aku terlalu memanjai egoku. Terlalu cemburu oleh pria itu dulu. Dan aku tak mampu mengungkap sesal ataupun menyampaikan keinginanku yang teramat ingin kembali bersamamu.
Kini kawanku malam ini adalah marah, takut, gigil, perih, sesal, kesal... dan juga rindu.
Meski kini aku tengah menyayangi wanita lainnya, tapi aku tak ingin bohong. Bahwa aku masih mencintaimu dan rindu padamu. Dan saat terakhir kita bertemu, aku tak juga sempat mengungkapkan isi hatiku padamu. Lebih tepatnya aku terlalu takut kau campakan, atau mungkin aku terlalu takut sisa cinta ini hilang karena kecewa atas penolakanmu.
Ah sudahlah, biar kunikmati malam ini. Dan mungkin untuk menghabiskan sisa rasaku padamu, karena aku tak mau menyimpan perasaan pada wanita yang sudah dimiliki pria lain.
Semoga aku sanggup hadir nanti dipelaminanmu dengannya, untuk terakhir kalinya menjabat tanganmu dan memandang parasmu dari dekat. Selamat untukmu. Semoga pernikahanmu menjadi barokah dalam kesucian suatu hubungan.
Semoga engkau membacanya dan curahan hatiku ini tak menjadi hal yang menghalangi rencanamu dengannya karena aku hanya ingin mengungkap semuanya tanpa bicara. Karena aku tak pandai berlisan, hanya bisa mengungkapnya melalui tulisan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar