Jumat, 16 Desember 2016

Catatan Syam untuk Nun di lembah Haruman


Malam itu ada beban yang begitu berat, mencekram dada kiriku dengan hebat.
Menari - nari dengan liar bersama firasat.
Terlalu sesak mimpi itu, Nun.
Aku melangkah bertolak arah denganmu, aku yang digenggam sunyi, dan engkau bergandengan dengan sosok seorang lelaki.
Aku melaju menuju sudut pekat yang dingin, sembari dingin merajam sanubari.
Aku menjelma gagak Dewa Odin yang melihatmu dalam sudut yang tak kau ketahui, tak kau sadari.
Namun entah kenapa, engkau menjadi objek yang begitu menarik batinku. Sampai aku enggan berpindah dahan untuk sekedar bertengger.
Kau tahu, Nun ? Itu adalah mimpi terburuk yang pernah ku alami. Lebih dahsyat dari sambaran petir di tengah terik matahari.
Semakin lama aku semakin mengarat, disudut kesunyian.
Entah dosa apa yang membuatku terkutuk menjadi pungguk.
Di lempar ke dalam jurang sunyi yang tak ada dasarnya.
Yang aku tahu bahwa apa yang kulakukan terlalu awal, terlalu mendahului waktu. Menyalahi garis takdir.
Ohh Nun, sungguh malam ini aku ingjnkan langit menurunkan hujan. Agar aku bisa menyamar dibawah jejatuhannya, agar aku bisa menyamarkan gigil rindu yang menggebu.
Nun, maafkan aku yang terlalu naif. Menyepelekan hal - hal kecil yang melukiskan senyum manis di bibirmu. Semoga engkau tetap dalam berkah semesta. Dan garis lengkung di bibirmu tetap terjaga dalam perasaan yang bahagia.
Aku yang menyayangimu dalam gigil rindu, Syam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar